Nama Slamet Abidin terbilang tidak asing di kalangan aktivis kampus yang pernah terlibat dalam gerakan reformasi 1998 di Solo. Pria kelahiran Purwodadi, 20 Nopember 1971 ini merupakan salah satu mantan aktivis kampus yang memiliki riwayat pendidikan bernafas Islami. Setamat pendidikan dasar (dari SD Negeri 2 Dempel Karangrayung Purwodadi, Grobogan), Slamet melanjutkan ke MTs Al Muayyad Mangkuyudan Surakarta (setingkat SMP), Madrasah Aliah Al Muayyad Mangkuyudan Surakarta (setingkat SLTA) dan menyelesaikan kuliah perguruan tinggi di Universitas NU Surakarta. Tak heran, dalam berbagai acara Slamet kerap dipercaya sebangai pembaca doa dan kerap mendapat julukan sebagai "Kiai Slamet".
Rekam jejak "Kiai Slamet" dalam berbagai organisasi terbilang beragam. Selain pernah menjabat Ketua Komisariat PMII Dr. Wahidin UNU Surakarta, Slamet - demikian sapaan akrabnya - juga pernah menjabat Wakil Sekretaris PC PMII Surakarta, Ketua FAM (Front Anti Marah) Surakarta, Ketua ASPAC (Asosiasi Pedagang Cengklik) Surakarta, LTN NU PC NU Surakarta dan Sekretaris APKLI (Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia) Surakarta.
Gaya pergaulannya yang supel, membuat Slamet banyak memiliki teman dari berbagai kalangan, entah itu dari kalangan marginal, kalangan pejabat tinggi maupun kalangan ulama. Nama Slamet Abidin kerap menjadi sorotan media ketika aktif menggerakkan FAM (Front Anti Marah) di Solo. Soalnya, Slamet terbilang "berani" saat menghadapi dinamika politik saat itu. Ketika aktif di Solo, Slamet tinggal di daerah Bibis Luhur Rt 001 Rw 021 Nusukan Banjarsari Surakarta. Setelah hijrah ke Jakarta, Slamet ganti menetap di kawasan Senayan. Meski kenal dekat dengan para pejabat tinggi, Slamet tetap berpenampilan sederhana dan merakyat. Buktinya, selama menetap di Jakarta, Slamet sangat akrab dengan transportasi umum, baik itu busway, kereta api maupun ojek.
