Nawacita Ketenagakerjaan

Opini: Eko Sulistyo 

Membuka lapangan kerja baru dan produktivitas pekerja menjadi salah satu prioritas pemerintahan Presiden Jokowi. Dalam kontrak politiknya, disebutkan pemerintahannya akan menciptakan pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja.  Selain itu aspek pemerataan serapan tenaga kerja di pulau-pulau terluar juga menjadi titik tekan agar pertumbuhan ekonomi dan serapan tenaga kerja lebih merata.



Kebijakan penyerapan dan pemerataan tenaga kerja sangat tergantung dari pertumbuhan ekonomi nasional. Pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang tahun 2015 mencapai 4,73%, lebih rendah dari target 5,7%. Tidak tercapainya target pertumbuhan ini lebih dikarenakan tren negatif perekonomian global akibat kenaikan tingkat suku bunga di Amerika Serikat, pelambatan ekonomi Cina, merosotnya harga komoditas, dan jatuhnya harga minyak dunia.

Mengatasi trend pelambatan ekonomi global ini pemerintah telah mengeluarkan paket kebijakan ekonomi berupa 150 deregulasi untuk mendorong pertumbuhan dan memudahkan investasi.  Pertumbuhan ekonomi  yang sehat sebuah negara biasanya didorong  oleh dua faktor penting yaitu permintaan domestik dalam bentuk konsumsi publik  dan investasi dari  dalam dan luar negeri.

Menurut International Labour Organization (ILO), pengeluaran konsumsi rumah tangga di Indonesia sebesar 56,1 persen dari PDB pada tahun 2014.  Dalam konteks ini politik pengupahan akan mempunyai dampak langsung pada meningkatkan konsumsi, karena upah yang lebih tinggi akan meningkatkan daya beli mereka untuk memperkuat konsumsi domestik dan meningkatkan standar kehidupan pekerja.  Persoalanya, menurut ILO di Indonesia  51,7 persen pekerja tetap memperoleh upah di bawah upah terendah yang diwajibkan UU.

Di tingkat ASEAN perkembangan  upah rata-rata cukup bervariasi. Republik Demokratik Laos memiliki upah rata-rata terendah yaitu hanya USD 119 dan Singapura tertinggi dengan  USD 3,547 per bulan.  Negara lain berada di tengah termasuk Indonesia (USD 174) berada di atas Kamboja (USD 121), namun masih di bawah Vietnam (USD 181), Filipina (USD 206), Thailand (USD 357) dan Malaysia (USD 609).

Namun, tingkat  kesejahteraan pekerja di Indonesia tidak  hanya tergantung dari upah yang diterima semata.   Negara juga mengambil tanggung jawab menjamin pememenuhan hak-hak dasar seperti kesehatan dan pendidikan.  Pemerintahan Jokowi memenuhi ini melalui program Nawacita, Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar dan bantuan langsung tunai dalam Kartu Keluarga Sejahtera.

Investasi dan Lapangan Kerja
Faktor kedua yang menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah investasi. Meningkatnya insvestasi akan mendorong  penyerapan lapangan kerja baru.   Menurut Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), hasil capaian realisasi investasi 2015 sebesar Rp 545,4 triliun meningkat 17,8% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.  Capaian ini melampui target 2015 sebesar Rp 519,5 triliun (105%).  Komposisi realisasi investasi terdiri dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) meningkat 15,0% sebesar Rp 179,5 triliun, sementara Penanaman Modal Asing (PMA) juga meningkat 19,2% sebesar Rp 365,9 triliun.

Pertumbuhan investasi ini memberikan dampak peningkatan penyerapan lapangan kerja.  Realisasi investasi sepanjang Januari-Desember 2015 dapat menyerap tenaga kerja sebanyak 1.435.711 orang, naik 0,3% dibandingkan periode yang sama 2014, sebesar 1.430.846 orang.
Hal positif lainnya dari trend investasi ini adalah realisasi investasi yang tidak lebar jaraknya antara pulau  Jawa dan luar Jawa.  Situasi ini sesuai dengan rencana Presiden Jokowi untuk mengembangkan pemerataan pertumbuhan ekonomi  dari pinggiran dan pulau-pulau terluar.

Pada triwulan IV-2015, realisasi investasi di Pulau Jawa sebesar Rp 77,3 triliun dan realisasi investasi di luar Pulau Jawa sebesar Rp 68,1 triliun.  Apabila dibandingkan dengan periode yang sama pada 2014 sebesar Rp 50,4 triliun terjadi peningkatan realisasi investasi di luar Pulau Jawa sebesar 35,1%.
Realisasi penyerapan tenaga kerja Indonesia pada triwulan IV mencapai 375.982 orang, terdiri dari proyek PMDN sebanyak 111.006 orang dan dari proyek PMA sebanyak 264.976 orang. Tren positif ini diproyeksikan akan berlanjut pada 2016.  BKPM menargetkan realisasi investasi pada 2016 sebesar Rp 594,8 triliun.  Target tersebut naik 14,4 persen dari target 2015 sebesar Rp 519,5 triliun.  Realisasi investasi itu terdiri atas PMA Rp 386,4 triliun dan penanaman PMDN sebesar Rp 208,4 triliun.

Dalam rangka mempercepat penyerapan tenaga kerja, Presiden Jokowi telah meluncurkan program “Investasi Padat Karya untuk Penyerapan Tenaga Kerja Indonesia”.   Pada tahap pertama pemerintah  bekerjasama dengan 16 pabrik  dengan investasi mencapai Rp 18, 9 trilyun.  Program ini melibatkan 11 PMA dan 5 perusahaan PMDN.   Program ini diharapkan  mampu menyerap tenaga kerja berjumlah 73.885 pada 2015-2016 dan 47.400 pada 2017-2019.  Program padat karya ini juga akan menciptakan multi efek  untuk menggerakan perekonomian dan industri pendukung lainnya.
Pada 8 Januari 2016, Presiden Jokowi juga menerbitkan Inpres Nomor 1 Tahun 2016  tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional yang sudah masuk dalam RPJMN 2015-2019.   Seluruh  proyek dijalankan dengan skema pembiayaan seperti APBN, Kerjasama Pemerintah-Swasta, serta penunjukan BUMN dan swasta.  Inpres ini  akan berdampak pada ekonomi, penyerapan tenaga kerja dan mengembangkan daerah tertinggal, khususnya di Indonesia Timur.

Dalam  Inpres tersebut tertera 225 proyek strategis nasional yang  meliputi pembangunan 47 jalan tol, infrastruktur kereta api, program satu juta rumah dan pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus.  Proyek strategis nasional yang akan dikerjakan oleh BUMN dalam tahun ini mencapai  73 proyek senilai Rp. 1.018 trilyun dengan serapan tenaga kerja  861,770 orang.

Peluang dan Tantangan MEA 
Peluang dan tantangan baru dalam penyerapan ketenagakerjaan juga akan dihadapi Indonesia dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang sudah berjalan sejak akhir 2015.  Presiden Jokowi memandang MEA sebagai peluang bagi Indonesia karena dianggap mempunyai pondasi ekonomi yang  kuat dan kepercayan dari para investor yang tetap tinggi pada Indonesia.  Ketakutan bahwa investor akan lari dari Indonesai bila bergabung dalam MEA dinilainya  kurang berdasar.
Menurut data dari BKPM, Indonesia tetap  menjadi tujuan utama Investor di ASEAN dengan menyerap 36 % investor disusul Vietnam 17 % dan Malaysia 16 %.  Secara ekonomis, Indonesia adalah negara paling  penting dalam ASEAN. Indonesia memberi kontribusi lebih dari sepertiga perekonomian ASEAN dan hampir dua per lima angkatan kerja di kawasan ini.

Menurat laporan dari Asian Development Bank (ADB) dan ILO integrasi perdagangan dalam  MEA dapat meningkatkan PDB Indonesia sebesar 2,5 persen dan total pekerjaan sebesar 1,9 juta pada 2025. MEA juga dapat memperluas pekerjaan di sektor perdagangan dan angkutan, bangunan, industri logam, kimia dan tekstil namun mengurangi pekerjaan di sektor pengolahan makanan.
Dalam hal ketenagakerjaan Presiden Jokowi berjanji akan melindungi tenaga kerja dalam pelaksanaan MEA.  Negara-negara ASEAN telah menyerap  40 persen dari semua tujuan tenaga kerja Indonesia selain Timur Tengah, Taiwan dan negeri lainya.  TKI yang bekerja di luar negeri memberi kontribusi besar terhadap perekonomian dalam negeri dalam hal remitansi  sebesar USD 8,3 milyar atau setara dengan 1 persen PDB pada 2014. Sekitar 35 persen remitansi ini berasal dari TKI yang bekerja di Malaysia, Singapura dan Brunei Darussalam.

Dalam hal migrasi tenaga kerja, Indonesia adalah negara terbesar kedua di ASEAN, setelah Filipina.  Pemerintah Indonesia membantu penempatan sebanyak 429.872 TKI di luar negeri pada 2014.  Angka ini setara dengan sekitar 0,4 persentase jumlah angkatan kerja Indonesia.  Di samping itu, ada sekitar 6.198.816 warga Indonesia yang tinggal di 178 negara pada 2014.

Dari semua upaya yang dilakukan pemerintahan Jokowi maka makin jelas bahwa komitmen Kabinet Kerja untuk membuka  lapangan kerja yang luas bagi angkatan  kerja Indonesia  sedang dan telah dilakukan dengan serius.  Angka penyerapan angkatan kerja  sebanyak 1.435.711 orang adalah bukti nyata hasil kerja disepanjang 2015.  Jumlah ini akan ditingkatkan lagi dengan target serapan tenaga kerja hingga 2 juta orang pada 2016.

Dengan  proyeksi optimis, bila Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional yang berbasis pada proyek padat karya di sektor infrasturktur bisa berjalan sesuai rencana dan arahan presiden, jumlah serapan tenaga kerja bisa melebihi target.  Dengan cara inilah presiden membuktikan  komitmen Nawacita dalam bidang ketenagakerjaan.  Perkembangan ini mungkin tidak memuaskan dan belum maksimal, tapi angka-angka membuktikan perkembangan  penyerapan ketenagakerjaan berjalan dengan  trend positif ditengah tantangan ekonomi global dan domestik yang dinamis.* * *

------------------
Penulis adalah Deputi Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi pada Kantor Staf Presiden.
Sumber tulisan : Kabar Nawacita Edisi ke-2, April 2016.








Previous Post Next Post